Secara
etimologis perkawinan dalam Bahasa Arab berarti nikah atau zawa. Kedua kata ini
yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam
Al-Quran dan hadis Nabi. Sedangkan secara terminologis perkawinan yaitu akad yang
membolehkan terjadinya istimta(persetubuhan) dengan seorang wanita, selama
wanita tersebut bukan dengan wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan
atau seperti sebab susuan
Menurut
Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk
keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan pasal
ini dapat dilihat tujuan perkawinan itu sendiri yaitu untuk membentuk keluarga
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Pegawai negeri sipil adalah unsur aparatur Negara,
abdi Negara, dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi
masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang
demikian itu, maka kehidupan pegawai negeri sipil harus ditunjang oleh
kehidupan berkeluarga yang serasi, sehingga setiap pegawai negeri sipil dalam
melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya.
Dalam
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian
bagi Pegawai Negeri Sipil dapat disimpulkan bahwa sehubungan dengan contoh dan
keteladanan yang harus diberikan oleh pegawai negeri sipil kepada bawahan dan
masyarakat, maka kepada pegawai negeri sipil dibebankan ketentuan disiplin yang
tinggi. Untuk melakukan perkawinan dan perceraian pegawai negeri sipil harus
memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang bersangkutan. Pegawai negeri
sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang dan pegawai negeri sipil
wanita yang akan menjadi istri kedua/ ketiga/ keempat dari seorang yang bukan
pegawai negeri sipil diharuskan memperoleh izin terlebih
dahulu dari
pejabat. Demikian juga pegawai negeri sipil yang akan melakukan perceraian
harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat. Sedangkan pegawai negeri
sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ ketiga/ keempat dari
pegawai negeri sipil. Ketentuan berupa keharusan memperoleh izin terlebih
dahulu dari pejabat bagi perkawinan dan perceraian pegawai negeri sipil ersebut
tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi lembaga perkawinan dan
perceraian itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar