Selasa, 05 Januari 2016

Mengemukakan peraturan perkawinan bagi pegawai

Secara etimologis perkawinan dalam Bahasa Arab berarti nikah atau zawa. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan hadis Nabi. Sedangkan secara terminologis perkawinan yaitu akad yang membolehkan terjadinya istimta(persetubuhan) dengan seorang wanita, selama wanita tersebut bukan dengan wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan atau seperti sebab susuan

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan pasal ini dapat dilihat tujuan perkawinan itu sendiri yaitu untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Pegawai negeri sipil adalah unsur aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan pegawai negeri sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi, sehingga setiap pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dapat disimpulkan bahwa sehubungan dengan contoh dan keteladanan yang harus diberikan oleh pegawai negeri sipil kepada bawahan dan masyarakat, maka kepada pegawai negeri sipil dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi. Untuk melakukan perkawinan dan perceraian pegawai negeri sipil harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang bersangkutan. Pegawai negeri sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang dan pegawai negeri sipil wanita yang akan menjadi istri kedua/ ketiga/ keempat dari seorang yang bukan pegawai negeri sipil diharuskan memperoleh izin terlebih
dahulu dari pejabat. Demikian juga pegawai negeri sipil yang akan melakukan perceraian harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat. Sedangkan pegawai negeri sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ ketiga/ keempat dari pegawai negeri sipil. Ketentuan berupa keharusan memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat bagi perkawinan dan perceraian pegawai negeri sipil ersebut tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi lembaga perkawinan dan perceraian itu sendiri.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar